Oleh

Prof. Dr. Ibrahim Bafadal, M.Pd

Pendahuluan

Keefektifan suatu sekolah dalam menggapai visi, mengemban misi, dan menjalankan aktivitas pembelajaran mempersyaratkan adanya seorang kepala sekolah yang efektif, yaitu seorang kepala sekolah mampu menampikan kepemimpinan pembelajaran yang visioner, kepala sekolah yang mampu mengelola sekolah sumber daya manusia maupun non-manusia secara efektif dan efisien guna mendukung pengajaran guru dan pembelajaran siswa. Kepemimpinan kepala sekolah yang efektif merupakan fungsi organik dalam penyelenggaraan proram pendidikan di sekolah. Kehadiran kepala sekolah yang efektif merupakan komponen organik, sebab bagaimanapun banyaknya sarana dan prasarana pendidikan yang dimiliki sekolah, betapapun besarnya dana yang tersedia bagi pembiayaan operasional sekolah, dan betapapun banyaknya sumber daya manusia yang tersedia untuk mengoperasikan kegiatan sekolah, semuanya akan sia-sia belaka bilamana tidak dikelola secara profesional oleh kepala sekolah yang efektif dan efisien.

Lebih-lebih, dalam beberapa tahun terakhir ini pemerintah memperkenalkan dan menggalakkan manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah (School Based Quality Improvement), yang lebih dikenal dengan manajemen berbasis sekolah (School Based Management). Manajemen berbasis sekolah merupakan suatu model manajemen sekolah yang lebih menekankan pada peningkatan mutu pendidikan persekolah oleh seluruh stakeholder sendiri sesuai dengan kebutuhan riil sekolah. Manajemen berbasis sekolah merupakan suatu bentuk peningkatan mutu pendidikan persekolah yang dupayakan berdasarkan kekuatan, kelemahan, peluang dan tantangan sekolah. Dengan demikian, implementasi manajemen berbasis sekolah merupakan salah satu ”jalan masuk yang terdekat” menuju peningkatan mutu dan relevansi pendidikan.

Pengertian Kepala Sekolah

Kepala sekolah adalah guru yang atas dasar kompetensinya diberi tugas mengelola setuan pendidikan. Berdasarkan konsep tersebut seorang kepala sekolah pada dasarnya seorang guru, yaitu seorang guru yang dipandang memenuhi syarat tertentu dalam memangku jabatan profesional sebagai pengelola satuan pendidikan, yaitu Taman Kanak-kanak (TK), Raudhotul Athfal (RA), Sekolah Luar Biasa (SLB) Sekolah Dasar (SD), Madrasah Ibtidaiyah (MI), Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLP), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Madrasah Tsanawiyah (MTs), Sekolah Menengah Umum (SMU), Madrasah Aliyah (MA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), dan Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK). Syarat-syarat-yang dimaksud meliputi, antara lain memiliki kompetensi kepala sekolah yang ditandai dengan sertifikat kepala sekolah sebagai akhir proses pendidikan prajabatan kepala sekolah, kualifikasi pendidikan, memiliki masa kerja tertentu sebagai kepala sekolah.

Model Konseptual Menjadi Kepala Sekolah Profesional

Di dalam buku Conceptual Models of Organization, Rice dan Bishoprick (1971) menegaskan model konsepsual adalah suatu pola pendeskripsian, baik dalam bentuk matematikal, hubungan sosial, maupun filosofikal, tentang persepsi terhadap gejala tertentu dan atau kerangka tindakan yang akan ditempuh untuk merespon terhadap gejaka tertentu, agar mudah dipahami keterkaitan satu komponen dengan komponen lainnya, dan atau antara satu tindakan dengan tindakan lainnya secara utuh. Model konseptual biasanya dikembangkan atas dasar norma-norma yuridis, teoretik dan empirik, dan bilamana dikembangkan lebih lanjut, maka model konseptual tersebut menjadi blueprint. Di dalam artikel singkat ini model konseptual menjadi kepala sekolah efektif diartikan sebagai suatu pola pendeskripsian dalam bentuk diagram hubungan yang menunjukkan kerangka tindakan yang patut ditempuh untuk meningkatkan keefektifan kepala sekolah yang dapat digambarkan secara utuh memulai seleksi calon kepala sekolah sampain dengan perhargaan dan perlindungannya, sehingga mudah dipahami keterkaitan antara satu tindakan dengan tindakan lainnya secara utuh.

Bilamana merujuk kepada sejumlah teori kekepalasekolah, maka untuk menjadi kepala sekolah yang profesional diawali dengan pengembangan konsep kepala sekolah yang efektif (Sergiovanni, 1987, Alfonso, dkk., 1981). Oleh karena itu, proses menjadi kepala sekolah efektif diawali dengan mengidentifikasi karakteristik kepala sekolah yang efektif. Lebih lanjut menurut Sergiovanni, kapala sekolah yang efektif adalah kepala sekolah mampu memainkan peran sesuan dengan tugas pokok dan fungsinya sebagai kepala sekolah. Di dalam Keputusan Menteri (Kepmen) Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 162/U/2003 tentang Pedoman Penugasan Guru sebagai Kepala Sekolah dijelaskan bahwa ada tujuh peran kepala sekolah, yaitu: (1) kepala sekolah sebagai pemimpin; (2) kepala sekolah sebagai manajer; (3) kepala sekolah sebagai pendidik; (4) kepala sekolah sebagai administrator; (5) kepala sekolah sebagai wirausahawan; (6) kepala sekolah sebagai pencipta iklim kerja; dan (7) kepala sekolah sebagai penyelia.

Sedangkan Hoy dan Ferguson (1985) memiliki kompetensi yang dipersyaratkan dan berusaha memanfaatkan kompetensinya untuk melaksanakan tugas pokok dan fungsinya bagi keefektifan sekolah. Oleh karena itu peningkatan mutu kepala sekolah sebaiknya diarahkan kepada pembentukan kepala sekolah yang efektif, namun peningkatannya sebaiknya diawali dengan pengembangan standar kompetensi kepala sekolah yang berdasarkan tugas pokok dan fungsi. Lebih lanjut menurut Hoy dan Miskel, pengembangan standar kompetensi kepala sekolah merupakan awal dari segala program peningkatan profesionalisme kepala sekolah. Standar kompetensi merupakan dasar rekrutmen calon kepala sekolah, sertifikasi kepala sekolah, pendidikan dan pelatihan kepala sekolah, dan penilaian kinerja kepala sekolah (Hoy & Miskel, 1982). Sedangkah Frymier dan kawan-kawannya (1984) dan Sergiovanni (1987) merinci aneka ragam program peningkatan mutu kepala sekolah, yaitu:

  1. Penggunaan sistem linsensi yang tegas dalam setiap rekrutmen calon kepala sekolah. Jabatan kepala sekolah boleh dipangku hanya oleh guru yang memiliki sertifikat layak menjadi kepala sekolah

  2. Penilain kinerja kepala sekolah yang kepala sekolah sendiri

  3. Penilaian kinerja kepala sekolah oleh pihak eksternal (external reviewer)

  4. Supervisi profesional yang yang berwenang

  5. In-service trainging yang terprogram, berkesinambungan, dan komprehensif oleh departemen yang berwenang

  6. Pembinaan kesejahteraan

  7. Pemberian penghagaan kepala sekolah sesuai dengan unjuk kerjanya.

  8. Penyediaan fasilitas kemudaan bilamana kepala sekolah mengalami konflik sosial, hukum, ekonomi dengan masyarakat

Berdasarkan norma-norma yuridis dan teoretik di atas diawali model konseptual menjadi kepala sekolah professional sebagaimana dapat dilihat pada gambar 1.

Picture1

Gambar 1 Model Konseptual Menjadi Kepala Sekolah Efektif

Merujuk kepada gambar 1, pengembangan kepala sekolah diarahkan pada dua sasaran. Pertama, pengembangan keefektifan kepala sekolah yang ada selama ini. Pengembangannya diawali dengan uji kompetensi kepala sekolah. Sebagai jabatan profesional kepala sekolah seharusnya dipangku oleh seorang guru yang betul-betul memiliki kompetensi sesuai dengan standar kompetensi kepala sekolah yang ditetapkan secara nasional. Kepala sekolah yang tidak lulus uji komepetensi diwajibkan mengikuti program penyegaran dan diwajibkan mengikui uji kompetensi lagi sampai lulus dan mendapatkan sertifikat kepala sekolah. Lebih lanjut, pengembangan mutu kepala sekolah dapat melalui pendidikan dan pelatihan, evaluasi kinerja kepala sekolah, yang secara keseluruhan dikembangkan berbasis standar kompetensi. Selain itu pembinaan kinerja kepala sekolah perlu juga melalui upaya pemberian penghargaan, perlingkungan, dan pemberian sanksi. Kedua, penyiapan calon-calon kepala sekolah melalui sistem seleksi, rekrutmnen, dan sertifikasi calon kepala sekolah. Program penyiapan calon kepala sekolah tersebut dimaksudkan untuk mempersiapan calon-calon kepala sekolah yang memiliki kompetensi sesuai dengan standar kompetensi kepala sekolah yang telah ditetapkan secara nasional di masa yang akan datang.

Berdasarkan kerangka konseptual di atas, pengembangan mutu kepala sekolah mencakup serangkaian aktivitas. Pertama, sertifikasi (melalui uji kompetensi dan program penyegaraan) semua kepala sekolah yang ada selama ini. Kedua, rekrutmen, seleksi, dan setifikasi (melalui pendidikan dan pelatihan, serta uji kompetensi calon (guru yang berpotensi menjadi) kepala sekolah. Ketiga, sebagai landasan dalam pelaksanaan aktivitas pertama, dan kedua di atas, perumusan standar kompetensi kepala sekolah yang didasarkan pada rumusan tugas pokok dan fungsi kepala sekolah. Keempat, penilaian kinerja kepala sekolah secara kontinyu. Kelima, pembinaan profesi dan karir kepala sekolah. Keenam, pembinaan kesejahteraan kepala sekolah. Ketujuh, penghargaan dan perlindungan kepala sekolah.

Dengan kata lain secara keseluruhan ada sembilan aktivitas yang harus dilakukan dalam rangka pengembangan mutu kepala sekolah ke depan, yaitu: (1) perumusan tugas pokok dan fungsi kepala sekolah sebagai dasar perumusan standar kompetensi kepala sekolah; (2) perumusan standar kompetensi kepala sekolah berdasarkan tugas pokok dan fungsi kepala sekolah; (3) penetapan kualifikasi kepala sekolah; (4) sertifikasi kepala sekolah; (5) rekrutmen, seleksi, dan sertifikasi calon kepala sekolah hanya bagi guru yang memenuhi kulifikasi untuk menjadi kepala sekolah; (6) peniliakan kinerja dan pemberian sanksi kepala sekolah; (7) pembinaan profesi dan karir kepala sekolah; (8) pemberian penghargaan (termsuk pemberian kesejahteraan) dan perlindungan kepada kepala sekolah sesuai dengan prestasinya; agar dapat melaksanakan tugas pokok dan fungsinya secara maksimal; dan (9) pembehentian kepala sekolah

Daftar Rujukan

Alfonso, R. J., G.R. Firth, dan R.F. Neville. 1981. Instructional Supervision: A Behavioral System. Boston: Allyn and Bacon, Inc.

Frymier, J., Cornbleth, C., Donmoyer, R., Gansneder, B.M., Jeter, J.T., Klein, M.F., Schwab, M. dan Alexander, W.M. (1984). One Hundred Good Schools. Indiana: Phi Delta Kappa Publication.

Hoy, W.K. dan Ferguson, J. (1985). “A Theoretical Framework and Explanation of Organizational Effectiveness of Schools.” Administration Quarterly. Volume XXI, No. 2 Spring, halaman 117—132.

Hoy, W.K. dan Miskel, C.G. (1982). Educational Administration: Theory, Research, and Practice. Second Edition. New York; Random House, Inc.

Keputusan Menteri (Kepmen) Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 162/U/2003 tentang Pedoman Penugasan Guru sebagai Kepala

Rice, G.H. dan D.W. Bishoprick. 1971. Conceptual Models of Organization. New York: Meredith Corporation.

Sergiovanni, T.J. (1987). The Principalship: A. Reflective Practice Perspective. Boston: Allyn and Bacon, Inc.

Leave a Comment